Kearifan Lokal Masyarakat Mataraman Di Jawa Timur



Ditulis oleh : Ketua Divisi Pengembangan SDM ,Kaderisasi dan Pendidikan
DPD I Generasi Indonesia Maju Jawa Timur
(Diliput oleh Wartawan Radar Merah Putih.com,Sabtu,25/05/2019)

Surabaya- Sebagai bekas wilayah mataraman yang paling luas di Jawa Timur budaya keraton masih melekat di kehidupan masyarakatnya.Ayu Sutarto, Budayawan Universitas Jember, membagi wilayah Jatim ke dalam sepuluh tlatah atau kawasan kebudayaan.Tlatah kebudayaan besar ada empat, yakni Jawa Mataraman, Arek, Madura Pulau, dan Pandalungan. Sedangkan tlatah yang kecil terdiri atas Jawa Panoragan, Osing, Tengger, Madura Bawean, Madura Kangean, dan Samin (Sedulur Sikep).

Tlatah kebudayaan Jawa Mataraman berada di sebelah barat. Wilayahnya paling luas, membentang dari perbatasan Provinsi Jawa Tengah hingga Kabupaten Kediri. Dinamai seperti ini karena masih mendapat pengaruh sangat kuat dari budaya Kerajaan Mataram, baik pada masa Hindu-Buddha maupun era Kesultanan Mataram Islam yang berpusat di Yogyakarta dan Surakarta.

 Tradisi dan budaya masyarakat mataraman perlu mendapat perhatian serius sebagai upaya untuk menangkal arus modernisasi. Atau sekarang ada yang menyebut era postmodern. Habermas menyebutnya, modernisasi yang belum selesai. Meskipun postmodern menawarkan berfikir, post modern pun merupakan titik tolak kembali diangkatnya humaniora (hal-hal yang sebuah revolusi besar-besaran akan kebebasan berkaitan dengan kemanusiaan, hal yang menjadikan manusia manusia) ditengah gejolak robotisasi manusia yang dipicu oleh kekakuan yang dicetuskan modernisme yang secara hakiki mengalienisasi manusia. Dilihat dari dikembalikannya manusia pada unsur pembentuk dan sifatnya, lahirlah  sebuah pemikiran bahwa manusia adalah mahluk yang berfikir, dan dibatasinya ruang berfikir manusia (dengan adanya aturan, regularisasi, dll) adalah seseuatu yang dapat menghilangkan sifat manusia yang paling mendasar itu sendiri.

Seperti kita ketahui, keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat Indonesia khususnya masyarakat jawa yang diwariskan secara turun temurun menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan dapat ditumbuhkan secara efektif melalui pendekatan kebudayaan.

Jika kesadaran tersebut dapat ditingkatkan, maka hal itu akan menjadi kekuatan yang sangat besar dalam pengelolaan lingkungan.

 Dalam pendekatan kebudayaan ini, penguatan modal sosial, seperti pranata sosial budaya, kearifan lokal, dan norma-norma yang terkait dengan pelestarian lingkungan hidup penting menjadi basis yang utama.
Bagaimana dengan kondisi sekarang.

Penerapan kurikukulum 2013 di dunia pendidikan menjadi tonggak penghargaan akan pentingnya pembentukan manusia berkarakter yang berbasis pada kearifan local (local wisdom).

 Tujuannya tidak lain adalah tercipta manusia masa depan yang tanggap terhadap perkembangan jaman tanpa meninggalkan jati diri bangsanya. Tujuan mulia yang berulang kali menjadi roh dan nafas dalam membuat undang undang tentang pendidikan.

Hal ini berbanding terbalik dengan kehidupan masyarakat sekarang terutama para remajanya. Ditengah berita siswa-siswi berprestasi dalam ajang penelitian, olimpiade sains, seni dan olahraga, anak muda Indonesia saat ini terancam dalam masa chaos. Jutaan remaja kita menjadi korban perusahaan nikotin-rokok.

Lebih dari 2 juta remaja Indonesia ketagihan Narkoba (BNN 2004) dan lebih 8000 remaja terdiagnosis pengidap AIDS (Depkes 2008). Disamping itu, moral anak-anak dalam hubungan seksual telah memasuki tahap yang mengawatirkan. Lebih dari 60% remaja SMP dan SMA Indonesia, sudah tidak perawan lagi. Perilaku hidup bebas telah meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat kita.

Disinilah pentingnya kembali pada penanaman nilai-nilai budaya local, sebab budaya local berkembang dan menjadi tradisi turun temurun. Keraf (2002) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib. Kearifan lokal menjadi senjata yang ampuh untuk menangkal akibat buruk modernisasi yang menghempaskan manusia pada praktek praktek dehumanisasi dan teralienasinya manusia dari kehidupannya. Penghargaan dan pelestarian budaya dan tradisi local sebagai upaya untuk kembali memanusiakan manusia. Karena di dalam kearifan local terdapat kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta guna menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Upaya melestarikan nilai-nilai budaya local perlu dilakukan semua unsur masyarakat, pihak pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan dan kebudayaan harus lebih pro aktif untuk mensosialisasikan dan mengakamodir setiap kegiatan yang bertujuan untuk tetap lestari dan berkembangnya kebudayaan warisan para leluhur kita.

Post a Comment

0 Comments