MENANTI PUTUSAN MAHKAMAH KONSITUSI



Wahju Prijo Djatmiko

Doktor Ilmu Hukum Undip Semarang. Praktisi Hukum



Nganjuk , radar merah putih.com -Sidang perdana uji materi Undang-undang (UU)  No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah digelar pada Selasa 24 November 2020 dengan agenda pemeriksaan pendahuluan. Gugatan tersebut diajukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang diwakili oleh Said Iqbal selaku Presiden Dewan Eksekutif Nasional  KSPI serta Ramidi selaku Sekretaris Jendral yang didampingi kuasa hukumnya, Hotma Sitompul. Khalayak luas  berharap agar Mahkamah Konstitusi (MK) tetap berdiri tegak sebagai penjaga konstitusi dan ideologi  Pancasila demi pengabdian mulianya pada bangsa dan negara. Ini tantangan bagi MK karena  di dalam kekuasaannya harapan keadilan paripurna bisa terwujud.

  MK mengemban tugas dan wewenang  berdasarkan Konstitusi dan Undang Undang (UU) No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK serta UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Sebagai salah satu pelaksana kekuasaan yudisial yang menegakkan hukum dan keadilan,  MK terikat prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh lembaga negara lainnya (independence and impartiality of judiciary).  

Demi melindungi kepentingan publik dari kekuasaan  sewenang-wenang  maupun penyalahgunaan wewenang, pengawasan kekuasaan menjadi persoalan yang serius dan strategis. Hal tersebut sejalan dengan prinsip fundamental doktrin negara hukum yakni pengawasan terhadap kekuasaan  pihak yang memerintah. Pengawasan konsitusionalitas yang dilakukan MK merupakan pengawasan yang pengaruhnya tercermin dengan diaplikasikannya supremasi hukum pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta ditaatinya hierarki tata perundang-undangan yang ada. 

Terwujudnya supremasi hukum akan berpengaruh terhadap sikap para pembentuk UU agar tidak membuat tata perundang-undangan yang bertentangan dengan Konstitusi dan melawan hak asasi manusia (HAM). Disamping itu, MK wajib memastikan tidak akan pernah ada lembaga negara yang memiliki kekuasaan mutlak tak terkecuali Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sekalipun. Konstitusilah yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara (ruled by law). Dalam mengemban kekuasaan konstitusionalnya, MK melakukan pengujian UU terhadap Konstitusi negara (the ultimate interpreter of the constitution),  menjaga tegaknya hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi,  serta menjamin penerapan Konsitusi negara. 


Negara hukum

Dalam kajian negara hukum, puncak kekuasaan negara adalah hukum. Hukum merupakan institusi sosial paling tinggi yang mengatur perikehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstitusi membentuk institusi-institusi negara dan sekaligus membatasi kekuasaannya. Ia sangat supreme mengendalikan kekuasaan negara. Dalam fungsi inilah MK perlu memiliki kemampuan menterjemahkan Konstitusi secara moral (moral reading of the constitution) bukan  sekadar tekstual belaka.

Melalui  via WhatsAApnya ," Demokrasi akan berjalan dengan baik apabila konsep rule of law berfungsi dengan benar. MK dalam melaksanakan tanggung jawab konstitusionalnya menempatkan kedudukan lembaga-lembaga negara lain setara dan sederajat. Dalam rangka mewujudkan negara hukum demokratis, MK berperan tunggal dan sentral sebagai penegak Konstitusi. Di tangan kekuasaan MK–lah, demokrasi konstistusional bergerak tetap pada kodratnya yakni adanya kedaulatan menyeluruh di tangan rakyat yang direprentasikan melalui lembaga-lembaga negara selaku penyelenggara negara. Sengketa pelaksanaan aplikasi kedaulatan rakyat melalui Pemilu  merupakan tanggung jawab MK untuk memutus secara adil, jujur dan bertanggung jawab. ," Terang Wahyu .

Penegakan Konstitusi merupakan manifestasi penerapan asas supremasi hukum dalam negara demokrasi. Oleh karenanya, MK harus memiliki kemampuan dan kesanggupan mempertahankan Konstitusi sebagai rujukan dalam pembuatan tata perundang-undangan di bawahnya. Kegagalan MK mempertahankan ekistensi Konstitusi merupakan mimpi buruk yang tidak boleh terjadi. Apapun dalihnya, Konsitusi merupakan tolok ukur yang harus diperjuangkan dalam menilai apakah UU yang dibuat lembaga legislatif dan eksekutif tidak bertentangan dengannya. Konstitusi tidak akan pernah memberikan perlindungan dan manfaat bagi masyarakat kalau tidak ditegakkan secara adil dan benar.

  

Konsep rechtsstaat ditandai dengan terciptanya ketaatan seluruh warga negara terhadap kaedah-kaedah hukum yang dibuat oleh lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Adapun kaedah-kaedah hukum yang dianut tersebut semestinya selaras dan tidak bertentangan dengan HAM. Negara dalam mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan wajib mendorong terwujudnya penghargaan terhadap martabat manusia. Untuk itu negara wajib melindungi segenap warga masyarakat dalam mendapatkan keadilan jika penguasa  melakukan tindakan yang semena-mena. 

 

Apabila hukum yang dihasilkan tersebut menjadikan masyarakat resah, melawan dan cenderung tidak mematuhi ketentuan hukum   menandakan bahwa hukum tersebut tidak mampu memberikan kontribusi tercapainya keselarasan, kedamaian, ketertiban dan kemaslahatan sosial.  Bila kondisi ini terjadi sangat dimungkinkan bahwa  produk hukum tersebut tidak sejalan dengan Konstitusi negara .

 MK semestinya berkenan mendalami dan menyelami  dalam-dalam tentang apa yang sedang dituntut oleh masyarakat luas. MK diharapkan tidak pasif menunggu gugatan yang dilayangkan oleh pemohon, tapi aktif mengikuti, menggali serta  memahami semangat, suasana moral yang tengah menyelimuti masyarakat. Ruh moral lah yang harus diutamakan dalam penegakan hukum dan keadilan. 

MK juga diharapkan sanggup melakukan terobosan hukum (rule breaking) demi kemaslahatan  dan keadilan sosial. Hal itu   bisa ditempuh dengan menggunakan kecerdasan spiritual, memebebaskan diri dari makna gramatikal ketika menterjemahkan UU dan dimilikinya keperpihakan pada kelompok marginal, lemah dan teraniaya  (compassion). 

Sebagi penegak demokrasi, MK harus mampu tidak hanya mengamankan aplikasi dari  sistem demokrasi namun juga bagaimana MK bisa sekaligus mewujudkan legal justice dan social justice pada kehidupan berdemokrasi. Tentunya hal ini bukan merupakan hal yang mudah. Sikap non-partisan, bebas, mandiri dan tegak dari MK merupakan indikator-indikator mampunya MK menjadi ‘wasit’ dan sekaligus penegak demokrasi. 

Menurutnya ," Masih maraknya demokrasi semu dalam berpolitik bisa menjadi salah satu indikator belum tegaknya demokrasi. Di sini peran MK masih terbuka lebar dalam mekampanyekan bagaimana demokrasi semestinya diaplikasikan dalam Pemilu. MK ke depan senantiasa proaktif mewarnai   dan mempengaruhi  institusi negara lain yang terlibat dalam pesta Pemilu untuk menegakkan demokrasi sebagai sarana dalam berpolitik. Keberhasilan MK dalam penegakkan demokrasi sesungguhnya tidak saja diukur dari kemampuannya memutus sengketa Pemilu (hard output) tapi juga dari bagaimana upaya MK ikut serta  dalam mendewasakan kehidupan berdemokrasi masyarakat Indonesia (soft output) . ," Jelas Wahyu kepada redaksi .


Penjaga ideologi Pancasila telah disepakati sebagai core of philosophy yang merupakan local genius dan local wisdom bagi bangsa Indonesia. Posisi strategisnya inilah yang menegaskan Pancasila sebagai grundnorm (norma tertinggi). Pancasila adalah asas norma yang sekaligus menjadi sumber bagi semua asas hukum, norma hukum, dan hukum yang berlaku di Indonesia. Karena itulah  bagi bangsa Indonesia, Pancasila berfungsi sebagai pandangan hidup, ideologi bangsa dan juga sebagai dasar negara.

," Pancasila merupakan pokok kaidah yang sangat fundamental dari suatu negara yang berdaulat. Pancasila yang ada di dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari staatsfundamentalnorm yang menciptakan konstitusi. Sedangkan Konstitusi menentukan isi dan bentuk berbagai peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang seluruhnya tersusun secara hierarkis. Jika norma hukum yang lebih rendah ini bertentangan atau tidak sesuai dengan Pancasila maka terjadi inkonstitusional dan melawan hukum  dan karenanya norma hukum yang lebih rendah itu menjadi batal dan harus dibatalkan demi hukum. ," Kata Wahyu .


Diakhir perbincanganya , Wahyu mengatakan ," Pancasila merupakan inti  Pembukaan UUD 1945, sehingga kedudukannya sangat kuat dan tetap serta tidak dapat diubah.  Pancasila senantiasa terlekat pada kelangsungan hidup NKRI. Kedudukannya yang bersifat formal yuridis dalam Pembukaan UUD 1945, sehingga baik rumusan maupun yuridiksinya sebagai dasar negara adalah sebagaimana terdapat  dalam UUD 1945. Pancasila dan UUD 1945 merupakan kesatuan yang erat yang tidak dapat dipisahkan  satu sama lainnya. Hubungan keduanya  merupakan rangkaian kesatuan  falsafatis, historis dan sistemis. Secara kostitusional MK berperan sebagai the Guardian of the Indonesia’s Constitution,  namun ada perannya yang jauh lebih hakiki yakni sebagai the Guardian of the State’s Ideology, yakni Pancasila. Seandainya ada peristiwa politik yang mencoba ingin mengganti ideologi negara, maka MK  merupakan banteng terakhir yang menyelamatkan Pancasila agar tetap berdiri kokoh menaungi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. " Pungkasnya ( red

Post a Comment

0 Comments