Oleh : PRAYOGO LAKSONO,SH.MH (PRAKTISI HUKUM)
Ramainya Pemberitaan Pekerjaan Konstruksi di Kabupaten Nganjuk Yang belum Selesai hingga Akhir tahun anggaran 2021 diantaranya Melalui Laman https://www.djavatimes.com/2022/01/tahun-baru-kabupaten-nganjuk-gagal.html tentang gagalnya peresmian 4 proyek besar terkait pengadaan jasa kontruksi pembangunan Puskesmas oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Nganjuk dan Melalui Laman https://www.djavatimes.com/2021/12/nganjuk-gagal-dapatkan-kado-di-akhir.html tentang Pengerjaan pedestrian di kawasan jalan Ahmad Yani Kabupaten Nganjuk, Karena menuai pro dan kontra serta belakangan ini menjadi Pergunjingan masyarakat Umumnya, Penulis akan membangun Argumentasi dan mengkaji Aturan Perundanganya.
ADAT KEBIASAAN LUNAK DAN BERESIKO
Terkadang Dimungkinkan menjadi kebiasaan Atas pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan sampai akhir tahun anggaran, berbagai upaya telah dilakukan oleh kontraktor pelaksana, seperti agar anggaran dapat Terserap 100%, Terkadang Pelaksana Pekerjaan Kontruksi membuat laporan kemajuan pelaksanaan pekerjaan menjadi 100% selesai Namun Faktanya Belum dan Pelaksana Pekerjaan Kontruksi Menerima Pembayaran Sesuai Nilai Kontrak Lunas dan kontraktor tetap melanjutkan pekerjaan di tahun Berikutnya, Adat Kebiasaan Yang Seperti ini berpeluang adanya Resiko Hukum sebagai salah satu contoh Pelaksana Pekerjaan Konstruksi Tidak Bertanggungjawab menyelesaikan Pekerjaanya, Sehingga Timbulah Kerugian Negara.
Terkadang Dimungkinkan biasanya pelaksana Pekerjaan sepakat dengan konsultan pengawas untuk membuat laporan pelaksanaan menjadi 100% selesai sesuai dengan kontrak, dan pada saat dilakukan pemeriksaan atas hasil laporan tidak dilakukan pengukuran secara detail dan terperinci Kondisi ini sering terjadi pada instansi non teknis dengan PPK yang belum berpengalaman tidak mengerti membaca gambar, laporan kemajuan pekerjaan dan manajemen pelaksanaan konstruksi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sudah dapat dipastikan bahwa kondisi ini sangat merugikan instansi pemilik pekerjaan.
Kemungkinan – Kemungkinan yang telah disampaikan diatas adalah kondisi yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 243/PMK.05/2015 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.05/2014 tentang pelaksanaan anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran. Sehingga Jarang Sekali dalam prakteknya Pelaksana Pekerjaan Konstruksi dijatuhi Sanksi Denda Hingga terblacklist karena dianggap wanprestasi
FAKTOR KETERLAMBATAN INSTANSI
Tidak Jarang Terjadi pimpinan instansi pengguna anggaran Terlambat menunjuk Kelompok Kerja Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (Pokja UKPBJ) yang selalu ditetapkan setiap awal tahun dan bertugas melakukan proses pemilihan terhadap penyedia jasa. PPK tidak dapat meminta Pokja UKPBJ tahun anggaran sebelumnya untuk melakukan proses pemilihan tahun anggaran berikutnya karena tidak ada payung hukumnya.
Selain itu disinyalir PPK terlambat memulai pelaksanaan pengadaan, karena proses pemilihan penyedia pengadaan jasa konsultan perencana terlambat dilaksanakan sehingga hasil atau output dari pengadaan jasa konsultan perencana yang dipergunakan sebagai data teknis untuk melakukan pemilihan jasa konstruksi juga terlambat.
PERATURAN – PERATURAN TERKAIT
Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 243/PMK.05/2015 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.05/2014 tentang pelaksanaan anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran dan telah berlaku sejak 28 Desember 2015.
Adapun Rngkuman yang dapat diambil dari PMK Terkait pelaksanaan anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran tersebut adalah:
Pada pasal 2 ditekankan bahwa pekerjaan dari suatu kontrak tahunan yang dibiayai dari Rupiah Murni, harus selesai pada akhir masa kontrak dalam tahun anggaran berkenaan. Dan
jika pekerjaan dimaksud tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran, penyelesaian sisa pekerjaan dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya sesuai dengan Pasal 3 ayat (1). Sisa nilai pekerjaan tidak dapat diluncurkan ke tahun anggaran berikutnya dan tidak dapat ditambahkan (on top) ke dalam anggaran tahun anggaran berikutnya.
Penyelesaian sisa pekerjaan yang dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Berdasarkan penelitian PPK, penyedia barang/jasa akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan setelah diberikan kesempatan sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan.
b. Penyedia barang/jasa sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesanggupan, ditandatangani di atas kertas bermaterai, bersedia dikenakan denda keterlambatan dan tidak menuntut denda/bunga apabila terdapat keterlambatan pembayaran yang diakibatkan oleh keterlambatan penyelesaian revisi anggaran.
c. Berdasarkan penelitian KPA, pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan dimaksud dapat dilakukan pada tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan dana yang diperkirakan dapat dialokasikan dalam DIPA tahun anggaran berikutnya melalui revisi anggaran.
d. Atas pertimbangan huruf a sampai dengan c, KPA dapat memutuskan untuk melanjutkan penyelesaian sisa pekerjaan ke tahun anggaran berikutnya atau tidak melanjutkan penyelesaian sisa pekerjaan. Untuk mengambil keputusan tersebut, KPA dapat berkonsultasi dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan untuk Mahkamah Agung RI adalah Badan Pengawasan.
3. Pengajuan usul revisi anggaran dilaksanakan paling lambat sebelum batas akhir penyelesaian sisa pekerjaan yang tercantum dalam surat pernyataan kesanggupan penyedia.
4. Untuk menyelesaikan sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya, PPK melakukan perubahan kontrak dengan ketentuan:
a. Mencantumkan sumber dana untuk membiayai penyelesaian sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke tahun tahun anggaran berikutnya dari DIPA tahun anggaran berikutnya.
b. Tidak boleh menambah jangka waktu/masa pelaksanaan pekerjaan. c. Perubahan kontrak dilaksanakan sebelum jangka waktu Kontrak berakhir. d. Penyedia barang/jasa memperpanjang masa berlaku jaminan pelaksanaan sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai pekerjaan yang telah disimpan oleh PPK sebelum dilakukan penandatangan Perubahan Kontrak.
e. Jika waktu penyelesaian sisa pekerjaan yang tercantum dalam Surat Kesanggupan mengakibatkan denda lebih dari 5% (lima perseratus), penyedia barang/jasa menambahkan nilai jaminan pelaksanaan sehingga menjadi sebesar 1/1000 dikalikan jumlah hari kesanggupan penyelesaian pekerjaan dikalikan nilai kontrak, atau paling banyak sebesar 9% (sembilan perseratus) dari nilai Kontrak.
4. Pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya, dilaksanakan sesuai dengan prestasi pekerjaan yang diselesaikan sampai dengan batas akhir waktu penyelesaian sisa pekerjaan, dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
URGENSI PERAN APIP UNTUK MEMINIMALISIR KETERLAMBATAN
APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) yang dalam istilahnya lembaga pengawas internal, Dibentuk sesuai dengan kewenangannya bertujuan untuk menjamin agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan.
Selain itu untuk mewujudkan komitmen pemerintah mewujudkan good governance maka kinerja atas penyelenggaraan organisasi pemerintah menjadi perhatian pemerintah untuk dibenahi, salah satunya melalui sistem pengawasan yang efektif, dengan meningkatkan peran dan fungsi dari Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP). Pengawasan intern ini dilakukan mulai dari proses audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.
Untuk itu, APIP harus terus melakukan transformasi dalam menjalankan tugasnya guna memberi nilai tambah bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini sejalan dengan fungsi dan peran APIP, yaitu melakukan pembinaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan mendorong peningkatan efektivitas manajemen risiko (risk management), pengendalian (control) dan tata kelola (governance) organisasi sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
DIMUNGKINKAN ADANYA PERBUATAN MELAWAN HUKUM
PERDATA.
Hukum Perdata :
1). Mengatur hubungan hukum privaat (pribadi) masyarakat (sebagai pribadi atau badan hukum) dengan masyarakat lain atau dengan negara sebagai badan hukum publik ;
2). Hubungan hukum antara Pengguna jasa dengan penyedia jasa yang terjadi dari sejak penandatangan kontrak s/d berakhirnya kontrak merupakan hubungan hukum privaat yang diatur oleh Hukum Perdata;
3). Semua sengketa yang terjadi dalam hubungan hukum privaat diselesaikan di Peradilan Umum atau Lembaga Arbitrase.
PRINSIP – PRINSIP PERIKATAN DALAM HUKUM PERDATA :
1). Prinsip kebebasan bertindak (KUHPerdata pasal 1338)
2). Prinsip perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (KUHPerdata 1338)
3). Prinsip semua harta kekayaan seseorang menjadi jaminan bagi semua hutang – hutangnya
4). Prinsip Acto Pauliana, bahwa diperbolehkannya bagi kreditor (yang berpiutang) untuk membatalkan semua perjanjian dengan debitur (yang berhutang) yang dilakukan dengan itikad buruk
PASAL – PASAL PERDATA TERKAIT HUKUM KONTRAK
KUH PERDATA pasal 1604 s.d pasal 1617 tentang Perjanjian pemborongan Jasa konstruksi
Beberapa ketentuan yang saat ini masih digunakan dalam Pelaksanaan kontrak, antara lain :
1. Pasal 1608 Pekerjaan yang diserahkan secara sebagian – sebagian
2. Pasal 1609 tentang tanggung jawab kegagalan bangunan paling lama 10 tahun
3. pasal 1320 tentang syarat sahnya suatu perjanjian , bahwa :
- Para pihak harus jelas
- Dibuat tidak dengan paksaan atau penipuan
- Cakap untuk membuat perjanjian
- Obyeknya harus jelas
- Tidak mengandung kepalsuan / yang terlarang, tidak bertentangan dengan kesusilaan / kepentingan umum
Pasal 1338 dan tentang Akibat Persetujuan
- Pada dasarnya para pihak dapat memperjanjikan apa saja, prinsip dasar ini dikenal sebagai “ Kebebasan berkontrak “ disimpulkan dalam pasal 1338 ayat 1 :
- Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang – undang berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya.
- Tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Persetujuan harus dibuat dengan itikad baik.
Pasal 1266 dan pasal 1267 tentang “Akibat Persetujuan”
- Pasal 1266 :
Pembatalan (pemutusan kontrak) harus dimintakan ke pengadilan.
- Pasal 1267
Pihak yang Dirugikan, dapat memilih, apakah memaksa pihak yang wanprestasi untuk memenuhi persetujuan, atau pembatalan persetujuan, atau penggantian biaya kerugian dan bunga.
Kesimpulan :
Hubungan Hukum Perikatan Antara Pejabat Pemberi Kerja dan Pelaksana Pekerjaan Konstruksi Sebagaimana Disebutkan dalam Aturan - Aturan Hukum diatas adalah Sebuah Perikatan dalam bentuk Kontrak yang Disepakati secara tegas dalam kontrak, maka berlakulah asas pacta sunt servanda, sesuai Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Artinya, perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya serta mengikat Para Pihak dan Perikatan tersebut Berlakulah Hukum Keperdataan dan apabila terjadi perselisihan sehingga Dapat menimbulkan Kerugian Para Pihak dapat dimohonkan Ganti Kerugian Melalui Gugatan Keperdataan di Pengadilan Negeri dan Hakim dapat memutuskan menyimpang dari perjanjian menurut hurufnya , bila pelaksanaanya berrtentangan dengan itikad baik , melanggar kepatutan atau keadilan, merugikan negara, ada unsur penipuan dokumen.
PIDANA.
Perlu Diketahui Hukum Pidana Terbagi dalam beberapa, Diantaranya :
1). Hukum Pidana (Materiil)
Adalah peraturan yang mengatur ttg : perbuatan/tindakan yang diancam pidana.pertanggung jawaban pidana; dan hukuman apa yang dapat dijatuhkan kepada pelaku Tindak PidanaHukum Pidana Materiil ( KUHP.(Wet boek van Strafrecht - WvS) UU no.73 tahun 1958 menentukan berlakunya UU no.1 tahun 1946
2). Hukum Pidana Formil - KUHAP ( UU no.8 tahun 1981)
3). Hukum Pidana (Khusus) UU tersendiri di luar KUHP.
Asas : LEX SPECIALIS DEROGAT LEX GENERALIS.
PASAL – PASAL TERKAIT PIDANA JASA KONSTRUKSI :
UNDANG UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI
Pasal 43 ( sanksi pidana )
(1). barang siapa yang melakukan perencanaan tidak memenuhi ketentuan keteknikan mengakibatkan kegagalan pekerjaan /kegagalan bangunan, dikenai pidana paling lama 5 tahun ppenjaraatau dikenakan denda paling banyak 10% dari nilai kontrak.
(2). untuk kegagalan pelaksanaan : dikenakan pidana paling lama 5 tahun penjara atau paling banyak 5% dari nilai kontrak.
(3). untuk kegagalan pengawasan : dikenakan pidana paling lama 5 tahun penjara atau paling banyak 10% dari nilai kontrak.
PP NO 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI
(1). Pasal 31 ( kegagalan pekerjaan konstruksi ) :
kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil Pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi sebagaimana yang disepakati dalam kontrak, sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa.
(2). Pasal 32 ayat (4)
Penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi yang disebabkan kesalahan penyedia jasa atas biaya sendiri
PASAL – PASAL TERKAIT PIDANA KORUPSI :
Tindak Pidana Korupsi diatur Khusus diluar KUH Pidana, yaitu Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 Sebagaimana diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diantaranya :
Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun.
Pasal 12 UU No. 20/2001: Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Kesimpulan :
Sebagaimana Disebutkan dalam Aturan - Aturan Hukum diatas Apabila terjadi tindak pidana dalam proses pengadaan jasa konstruksi pemerintah maka negara dapat menuntut untuk diadili di peradilan umum dan atau Peradilan Khusus TIPIKOR, seperti : Terbukti dilakukan Pengaturan lelang, Pemalsuan dokumen dalam proses prakualifikasi, Terbukti harga di mark up, terjadi gratifikasi saat pelaksanaan lelang, Terbukti dilakukan pembayaran fiktif atas pekerjaan yang tidak dikerjakan dan atau dianggap korupsi, apabila adanya Perbuatan penyalahgunaan wewenang, menguntungkan diri sendiri atau orang lain Sehingga merugikan negara Serta Hasil tidak dapat dimanfaatkan sebesar – besarnya untuk masyarakat dan hal ini Bersifat publik negara tetap berhak menghukum karena pelanggaran tersebut telah merugikan negara
( Red ) .
0 Komentar