Kisah nyata yang sangat inspiratif : Si Kembar Anak Pemulung Harumkan Indonesia



Nganjuk, Radar MP - Apa kata Kang Marhaen saat memyampaikan inspiratif kisah nyata Pak Surtina dan Bu Toniah yang nyaris habis harapan.

Kehidupannya sebagai  buruh tani tak juga membuat kesejahteraan keluarganya membaik dari hari ke hari.

Mereka menggarap sawah tapi bukan miliknya, sawah panen bukan punyanya.

Disampaikan kehidupan makin terasa sulit.Anak perempuan kembarnya, Lena dan Leni yang lahir 7 Juni 1989 masih belajar di Sekolah Dasar.

Untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi sudah tidak ada harapan.

Menjadi TKI satu-satunya alasan Surtina dan Toniah agar anak-anaknya itu nanti bisa hidup lebih layak.

Dikisahkan atas kepergianya keluar negeri agar bisa seperti tetangga kebanyakan lainnya,akhirnya keputusan terakhirnya kerja di luar negeri, menjadi satu-satunya jalan keluar atau alternatif.
Anak kembarnya Lena dan Leni tetap ingin melanjutkan sekolah, diam-diam mereka mendaftarkan diri sendiri ke SMP di daerahnya.

Bocah kembar itu sangat paham konsekuensinya,tiada biaya buatnya.

Bermulalah itu semua,mulai dari
Membantu tetangga menjadi buruh cuci, mencuci piring di kanti agar punya uang saku.
 setiap saat mereka lakoni.

Keras hidup bagi anak-anak ini, tapi tidak membuat mereka putus nyali.Agar bisa sekolah.

Setamat SMP, mereka lanjutkan ke SMA. Makin terjal saja jalannya.
Makin sulit saja keadaannya.
Kondisi ekonomi keluarga makin payah.
Satu hari mereka melihat pengumuman.

beasiswa bagi siswa yang berprestasi untuk sepak takraw.Mereka melihat hanya itu jalan keluar agar bisa terus sekolah,mereka ikut berlatih sepak takraw.

Olahraga yang tak pernah mereka tahu. Ngotot keduanya berlatih itu  agar bisa dapat beasiswa dan terus sekolah.

Niat keras Lena dan Leni berbuah hasil.Pertandingan antar sekolah dan daerah mulai mereka ikuti,dan juara pula.

Beasiswa sudah di tangan.
Beasiswa itu hanya membebaskan dari biaya sekolah saja.

Untuk pemenuhan kebutuhan lainnya mereka harus putar otak lagi.Kebetulan tetangganya ada Bos pemulung,banyak barang tak terpakai yang dibuang pinggir kali.

Mengais-ngais yang bisa dipakai. Sepatu bekas yang sudah tak jelas bentuknya mereka dapatkan dari sana, untuk sekolah dan berlatih sepak takraw. Malu mereka benamkan, gengsi mereka tanggalkan.

Dari keterpaksaan keadaan bermain sepak takraw, berubahlah semua karenanya.
Di Indramayu, siapa tak kenal Lena dan Leni, _*si kembar atlet sepak takraw ini.

Berbagai kejuaraan mulai mereka ikuti sejak 2006.
Setahun saja kemudian, keduanya masuk pelatnas.

Prestasinya membanggakan baru baru ini mereka beroleh Medali Emas King's Cup 2016 di Thailand ,3 Emas PON mewakili Jawa Barat,Perak di Asian Games 2 Perunggu di Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan.

Bonus PON pada 2010, buat mendaftarkan keduanya orang tuanya berhaji.

Sayangnya saat Surtina dan Toniah berangkat haji mereka tak bisa mengantarkan karena sedang berlaga di Asian Games di Jakarta.

Surtina dan Toniah menonton televisi di kampung.
Ia melihat kembar kesayangan mereka bertanding.Membawa nama Indonesia.
Semua itu tak terbayangkan sebelumnya bagi dua orangtua sederhana ini.
Sepeti mimpi saja.
Dua anak perempuan kembar yang sulit hidup masa kanak-kanaknya itu, yang mereka lebih tahu dari siapapun, bagaimana bisa dielu-elukan di lapangan sepak takraw begitu meriahnya.
Bendera Merah Putih pun berkibar-kibar dibelakangnya.

Surtina dan Toniah, seakan tak percaya, itu dua buah hatinya. Matanya berkaca-kaca menatap layar kaca.
Bangga dan haru tiada batasnya.

Keberhasilan hanya untuk mereka yang mau bersusah payah, dan bernyali menghadapi kehidupan.(siwi)

Post a Comment

0 Comments