Bupati Probolinggo Tantriana , Tekan Angka Kematian Ibu Dan Bayi



Probolinggo,  Radar MP   - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo terus melakukan evaluasi program Gerakan Selamatkan Ibu dan Sehatkan Anak (Gemasiba). 

Hal itu dilakukan untuk terus menekan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Probolinggo.

Kepala Dinkes Kabupaten Probolinggo, dr Anang Budi Yoelijanto mengatakan, kegiatan ini dimaksudkan untuk konsolidasi antara Dinkes Kabupaten Probolinggo dengan OPD terkait di wilayah Kabupaten Probolinggo.

Tujuannya untuk memberikan pemahaman tentang kebijakan program kesehatan keluarga dan gizi masyarakat, standart pelayanan minimal bidang kesehatan khususnya yang ada di program kesehatan keluarga dan gizi masyarakat.

"Dalam hal ini, peran rumah sakit, Dinkes, puskesmas, dokter spesialis, IDI serta IBI dalam menurunkan AKI dan AKB sangat besar. Kami juga ingin komitmen bersama untuk mendukung penurunan jumlah AKI dan AKB di Kabupaten Probolinggo," katanya.

Menurut Anang, tahun 2018 lalu AKI di Kabupaten Probolinggo mencapai 12 kematian atau 64,95 per 100.000 KH. Sementara AKB tahun 2018 mencapai 13,10/1000 KH atau 242 bayi.

"Untuk kasus AKI tertinggi di Kabupaten Probolinggo berada di wilayah Puskesmas Paiton. Kasus AKI ini banyak dialami oleh wanita usia produktif 20-35 tahun dan terbanyak terjadi pada waktu masa nifas," jelasnya.

Sedangkan untuk kasus AKB tahun 2018 terbanyak di wilayah Puskesmas Sumberasih. "Penyebab kematian bayi tersebut diantaranya karena kecacatan 76 kasus, BBLR 72 kasus, infeksi 43 kasus, asfiksia 22 kasus, aspirasi 12 kasus, ileus 6 kasus dan lain-lain 11 kasus," tegasnya.

Sementara Bupati Probolinggo, P Tantriana Sari mengatakan, evaluasi gemasiba ini merupakan salah satu upaya untuk menyamakan langkah dan frekuensi dalam rangka untuk menurunkan AKI dan AKB di Kabupaten Probolinggo.

"Kasus terbesar penyebab AKI dan AKB adalah bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan kecacatan. Kasus kematian ibu dan bayi ini tentunya tidak hanya mampu dilakukan Dinkes saja yang menjadi ujung tombak, tetapi harus kerja bersama-sama sesuai dengan tupoksi masing-masing," katanya.

Lebih lanjut Bupati Tantri menegaskan, kepada Apdesi untuk disampaikan kepada seluruh kepala desa tentang perlunya desa membentuk gerakan desa siaga. Terkait dengan segala sarana dan prasarananya nantinya bisa dialokasikan melalui Dana Desa (DD). Karena menurut ketentuan perundang-undangan hal itu diperbolehkan kades menyisihkan sebagian anggaran untuk pembangunan kesehatan.

"Saat ini kepala desa sudah menjadi ujung tombak dan ujung tombok. Karena setiap ada permasalahan, masyarakat pasti larinya ke kepala desa mulai dari mau melahirkan, berobat dan lain sebagainya semua lari ke kades. Oleh karena itu kepala desa harus siap 24 jam. Semua ini boleh dialokasikan di DD untuk transport mengantarkan pasien ke rumah sakit," jelasnya.

Bupati Tantri meminta agar kepala puskesmas bertanggungjawab per wilayah tugasnya. Tentunya back up dari bidan desa di wilayahnya. Lakukan evaluasi berkala atau setiap muncul kasus sehingga bisa melakukan pendekatan lebih awal apabila ada kasus-kasus yang tidak diinginkan.

"Evaluasi itu harus terus dilakukan termasuk bidan desanya. Artinya dari seluruh proses pembangunan kesehatan saya ingin mendisiplinkan seluruhnya. Award dab punisment sejak 5 tahun lalu sudah terus ditingkatkan. Harapannya menjadi pemacu semangat untuk bekerja secara profesional," pungkasnya. ( abdllh) 


Post a Comment

0 Comments