Terkait Aksi Masyarakat Adat Buru tolak Rencana Pengembangan Pariwisata Danau Rana,Wabup : Perlu disikapi dengan bijak.




Pulau Buru , Radar Merah Putih.com -- Perihal aksi penolakan masyarakat adat Buru terhadap rencana pengembangan pariwisata di wilayah Danau Rana, Kabupaten Buru, Maluku, sebagai destinasi wisata dunia, ditanggapi Wakil Bupati Buru, Amos Besan, SH.

Menurut Amos, aksi itu perlu untuk dicermati dan dilihat dari berbagai aspek.
Secara normatif, sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah, pihaknya  berkeinginan besar untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan taraf ekonomi masyarakat termasuk di dalamnya masyarakat adat.

“Kami berupaya untuk menghapus stigma bahwa masyarakat adat itu terbelakang, kurang terpelajar dan belum bisa berinteraksi dengan masyarakat modern,” ujar  Amos dalam  pers rilis  yang diterima  oleh Awak media Rabu (25/9/2019).

Amos mengatakan,  bahwa untuk mewujudkan hal tersebut perlu effort (upaya) yang luar biasa. Sebab kemungkinan ketersinggungan, pasti ada. Namun ini telah menjadi resiko dalam progres pembangunan di daerah manapun (apabila berkaitan dengan masyarakat adat).

Untuk itu, kata Wabup, unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa asal Pulau Buru terutama yang berasal dari dataran Rana perlu disikapi dengan bijak.

“Kami menghargai masukan dari adik-adik mahasiswa asal Buru. Namun perlu diperjelas bahwa kami selaku Pemerintah Daerah, akan tetap berupaya untuk meminimalisir keterasingan Dataran Rana dengan memaksimalkan pembangunan berbagai infratsruktur penunjang bagi masyarakat adat,” tandasnya.

Selain itu, juga berupaya meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat adat melalui berbagai program, salah satunya melalui program pariwisata ‘Danau Rana Sapa Dunia”, yang diharapkan dapat menjadi pemicu bagi pengembangan sektor ekonomi lain di dataran rana.

Masih kata Amos , apabila dalam eksekusinya terdapat hal-hal yang tidak pas menurut pihak-pihak tertentu,  dirinya akan terbuka untuk menerima  berbagai masukan.

“Saya mengajak untuk berpikir yang konstruktif dan solusional. Saya pribadi perlu mengklarifikasi beberapa hal bahwa program ‘Danau Rana Sapa Dunia’ merupakan program jangka panjang yang proses perencanaannya telah ada sebelum saya menjabat sebagai wakil bupati,” jelasnya.

Dikatakan, program ini tujuannya positif. Hanya saja, dirinya mengaku  tidak pernah diberikan briefing maupun penjelasan teknis mengenai program ‘Danau Rana Sapa Dunia’ oleh  pihak Dinas Pariwisata yang secara teknis bertanggungjawab dalam mengeksekusi program tersebut.

Ia mengakui, sebelumnya pihaknya tidak mengetahui secara spesifik mengenai program Danau Rana Sapa Dunia. Ia selaku Wakil Bupati, baru mengetahui duduk persoalannya ketika terjadi demo yang dikoordinir oleh mahasiswa Buru di Ambon.
Seharusnya, tambah Wabup, ketika mengeksekusi program tersebut, Kepala Dinas Pariwisata dapat berkonsultasi terlebih dahulu dengan dirinya, baik itu dalam kapasitas sebagai Wakil Bupati maupun sebagai bagian dari masyarakat adat, agar kondisi seperti ini dapat dicegah.

Dalam  kaitannya dengan program Danau Rana Sapa Dunia, Dinas Pariwisata perlu memperhatikan kedudukan Danau Rana sebagai situs yang dianggap sakral, keramat, dan merupakan pusat peradaban bagi masyarakat adat di Dataran Rana.

“Saya selaku anak adat memiliki tanggungjawab besar untuk menjaga dan merawat nilai serta kesakralan budaya di dataran Rana yang diwariskan oleh leluhur dari 24 suku adat di pulau Buru. Untuk itu saya mengajak kita semua, bersama -sama menjaga eksistensi nilai budaya adat istiadat dan kesakralan Danau Rana agar selalu terlindungi dari pengaruh negatif globalisasi,” bebernya.

Jauh sebelum bergulirnya program Danau Rana Sapa Dunia, Danau Rana sendiri telah menarik perhatian jutaan mata karena pemandangan alam yang eksotis. Nilai eksotisme yang berpadu dengan nilai sakral dan keaslian budaya yang masih dipertahankan, menjadikan Danau Rana sebagai potensi daerah, yang bila dikelola dengan baik.

Tentunya, lanjut Wabup, akan membawa berkah bagi penduduk di dataran Rana dan Pulau Buru pada umumnya tanpa menyebabkan distorsi sedikitpun bagi kebudayaan asli  yang telah ada.

Untuk itu, Wabup berharap, agar Pemerintah Daerah perlu mengajak seluruh  pemangku adat Pulau Buru untuk berdiskusi mencari solusi seperti apa program yang cocok dan bagaimana proses pelaksanaannya sehingga tidak berdampak negatif bagi penduduk di dataran Rana.

“Saya menghimbau kepada Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buru, bahwa komunikasi itu perlu. Saya bukan patung di Pemerintah Kabupaten Buru. Saya merupakan perwakilan masyarakat adat di Kabupaten Buru. Untuk itu perlu saya tegaskan bahwa dalam melakukan program terutama yang berkaitan dengan nilai budaya dan kesakralan,” tegasnya.

Wabup mengaku sadar betul bahwa dalam membangun Buru, seluruh komponen harus bekerja sama. Begitupun selaku masyarakat adat tetap membuka diri untuk bergandeng tangan dengan seluruh elemen masyarakat lainnya, Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Pusat guna meminta dukungan, masukan dan saran yang dapat dijadikan sebagai panduan dalam melaksanakan program-program pembangunan di bidang keparawisataan.

Sebagai Wakil Bupati sekaligus anak adat, Amos akan berkomunikasi dengan para stakeholder agar seluruh program yang bersinggungan dengan komunitas adat, dapat dikonsultasikan terlebih dahulu sehingga dapat dilakukan penilaian risiko untuk meminimalisir efek negatif dari suatu program yang bersinggungan dengan nilai-nilai yang ada pada Masyarakat adat. (Rls . Red )

Post a Comment

0 Comments